Minggu, 10 Januari 2010

hasil migas dari pertamina


Komisi A DPRD Minta Keterangan PT Pertamina

Dana perimbangan bagi hasil migas yang diterima oleh Kabupaten Bekasi dinilai masih sangat kecil dan tidak sebanding dengan banyaknya minyak bumi yang disedot oleh PT Pertamina. Hal ini membuat geram Komisi A DPRD Kabupaten Bekasi hingga mereka memanggil perwakilan PT Pertamina untuk diminta keterangan terkait hal tersebut di ruang Komisi A, Gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Cikarang, Kamis, (14/5).

Menurut Ketua Ketua Komisi A, Iip Syarif Bustomi, pertemuan tertutup tersebut menghadirkan pihak PT Pertamina, Direksi PT BBWM dan pihak eksekutif Pemda Kabupaten Bekasi. Setidaknya ada tiga agenda penting yang dibahas dalam petemuan itu, pertama adalah mempertanyakan kejelasan dana perimbangan bagi hasil Migas, Kedua, pengelolaan gas buang di blok Pondoktengah dan Pondokmakmur, serta ketiga adalah implementasi kegiatan CSR PT Pertamina.

Iip menyebutkan, sampai saat ini pihak DPRD belum pernah diberitahu tentang lifting minyak bumi (hasil produksi) di tiga blok yang sudah dikelola oleh PT Pertamina. DPRD pun mengalami kesulitan untuk menghitung seberapa besar dana perimbangan bagi hasil yang seharusnya diterima oleh Pemkab Bekasi. Dana perimbangan yang diterima hingga tahun 2009 ini hanya sebesar Rp 19 milyar. Jumlah itu, tegas Iip, sangat kecil jika dibandingkan dengan efek negatif yang ditimbulkan.

Ia menambahkan, Kabupaten Bekasi saat ini masih banyak membutuhkan biaya untuk melakukan percepatan pembangunan khususnya di wilayah Kabupaten Bekasi bagian utara yang menjadi daerah tempat kegiatan penambangan PT Pertamina. Ia mengaku merasa kecewa karena PT Pertamina tidak mau menjelaskan rumusan pembagian hasil Migas. "Alasanya, lagi-lagi karena hal tersebut adalah rahasia Negara," kata dia.

Permintaan kejelasan dari PT.Pertamina memang bukan baru sekali ini saja. Namun dalam setiap pertemuan, PT Pertamina selalu cuci tangan dengan alasan, yang berwenang dalam hal tersebut adalah Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dan Departemen Keuangan.

"Setiap kita minta kejelasan, alasanya selalu rahasia Negara. Padahal kita cuma ingin mendapatkan hal yang adil sesuai dengan aturan yang berlaku. Rasanya kami sudah bosan bertanya," kata Iip kesal.

Kendati demikian, para anggota Komisi A akan terus mempertanyakan kejelasan hal tersebut. Jika tidak ditanggapi, ancam Iip, komisinya, akan mengambil sikap tegas. "Jika jalur normatif sudah kita lakukan dan selalu menemui jalan buntu, jangan salahkan jika nanti kita selesaikan secara adat," kata Iip .

Salah alamat

Sementara itu, M. Harun, Humas PT Pertamina EP Region Jawa mengatakan, pertanyaan Komisi A kepada PT Pertamina dinilai salah alamat. Menurut Harun, PT Pertamina hanya sebatas pada proses produksi dan pelaksana kegiatan yang bersifat teknis. Harun hanya membeberkan, bahwa lifting minyak bumi yang dihasilkan dari tiga blok penambangan adalah berkisar 16.000 barel per hari dan lifting gas bumi 30 juta kaki kubik perhari. "Sudah berulang kali dijelaskan bahwa yang berwenang menghitung dana perimbangan itu adalah Departemen ESDM dan Departemen Keuangan, bukan PT Pertamina," ujar Harun berkilah.

Dihubungi di tempat terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kabupaten Bekasi, H. Yaman Edie Bair menengarai adanya kejanggalan dalam rumus penghitungan dana perimbangan bagi hasil yang diterima oleh Pemkab Bekasi. Menurut Yaman, berdasarkan UU 33 tahun 2004, tentang keuangan daerah, seharusnya Kabupaten Bekasi mendapatkan 6 persen dari total hasil produksi.

Yaman menjelaskan, bahwa rumus penghitungannya adalah, jumlah lifting per hari dikali harga per barel minyak dunia, dikali 360 hari, dikali kurs dollar dalam rupiah, baru dikali 6 persen. Jika mengikuti keterangan Harun bahwa lifting di tiga Blok, sebesar 16.000 barel dan harga minyak dunia saat ini yang sebesar 54 dollar US perbarel dengan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 11.000,00, maka setelah dipotong pajak dan biaya produksi sebesar 35 persen, seharusnya Kabupaten Bekasi mendapatkan dana perimbangan sekitar Rp 133 milyar per tahun . "Kalau cuma 19 milyar, jelas sangat jauh dari ideal," kata Yaman.

Yaman mendesak, pihak DPRD dan Pemda Kabupaten Bekasi duduk satu meja bersama PT Pertamina, Departemen ESDM dan Departemen Keuangan untuk menghitung ulang berapa angka pasti dana perimbangan yang seharusnya didapat oleh Pemkab Bekasi. "Harusnya ini menjadi tugas DPRD untuk memfasilitasi perundingan tersebut. Jika tidak diselesaikan saya khawatir akan terjadi keresahan di masyarakat," ujar Yaman.

Selain itu, Yaman juga mendesak PT BBWM sebagai mitra PT Pertamina untuk lebih memaksimalkan pengelolaan gas buang. Pasalnya, saat ini PT BBWM baru mengelola gas buang di blok lapangan Tambun, sedangkan blok Pondoktengah dan Blok Pondokmakmur belum dikelola. "Dari pada dibuang sia-sia, lebih baik diberikan kepada PT BBWM untuk dikelola," kata Yaman.

Sementara itu, Direktur PT. Bina Bangun Wibawa Mukti (PT BBWM), Moch Cholid menjelaskan, saat ini PT BBWM sudah memproduksi gas buang di Blok Tambun. Gas marjinal atau lebih dikenal dengan gas buang, terang Cholid, adalah gas sisa pembakaran di 37 sumur milik PT Pertamina yang diolah lagi oleh PT BBWM menjadi elpiji, dengan kapasitas produksi sebesar 60 ton per hari. Cholid menjelaskan, gas elpiji tersebut, disalurkan ke industri dan rumah tangga di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi.

Selain diolah menjadi elpiji, kata Clodid, gas buangan juga diolah Menjadi lean gas untuk keperluan energi listrik di kawasan industri, dan kondensat (bahan baku tinner). Cholid menambahkan, sejak tiga tahun terakhir, gas buangan tersebut dibeli dari PT Pertamina dengan total harga senilai 5 juta USD. Dalam sehari, jumlah gas buang yang dibeli sekitar 15 hingga 20 Milion Matrix Standard Cubic Fead (MMCSFD). Dari hasil pengelolaan gas buang tersebut, PT BBWM telah berhasil menyumbang PAD sebesar Rp 20 milyar. (JU-16)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar